13 Apr 2014

Perahu asal Bugis

Asal muasalnya orang Bugis adalah petani yang hidup dari tanah-tanah pertanian. Berbeda dengan saudaranya yang juga dari Sulawesi Selatan, Sukubangsa Makassar adalah masyarakat bahari yang hidup sebagai nelayan dan saudagar. Sukubangsa Bugis merasakan lahan pertanian yang semakin menyempit, maka jadilah mereka masyarakat bahari. Bersama-sama dengan saudaranya sukubangsa Makassar, mereka mengembara mencari daerah baru yang dapat dikelola sumberdaya alamnya,
Salah satu tempat dimana sukubangsa Bugis-Makassar dapat mengelola sumberdaya alam adalah di daerah aliran sungai Batanghari di wilayah Provinsi Jambi. Masyarakat Bugis-Makassar yang hidup sebagai bahariawan membuka perkampungan sementara di dekat hutan-hutan yang kayunya dapat diambil untuk membangun perahu pinisi. Perkampungan mereka mengambil tempat di tepian Batanghari.
Perkampungan sementara orang Bugis yang membangun pinisi sekarang sudah tidak ada lagi sejalan dengan langkanya bahan baku kayu. Namun beberapa orang Bugis sudah tinggal menetap di tepian anak Batanghari. Mereka bermatapencaharian sebagai pengrajin perahu yang ukuran tonasenya sekitar 8 ton. Secara fisik perahu yang mereka buat berukuran panjang sekitar 15 meter, lebar 3 meter dan tinggi 2 meter.
Perahu kayu dibuat dengan memakai kerangka (gading-gading). Pertama-tama dibuat dan diberdirikan bagian lunas yang bersambung dengan bagian linggi (depan dan belakang). Tiga buah gading bagian depan yang berbentuk V dipasang pada bagian lunas, dan gading lambung juga dipasang di bagian lunas. Setelah itu barulah dipasang bilah papan secara simetris kiri dan kanan lunas untuk membentuk bagian lambung. Bersamaan dengan pekerjaan tersebut, dilakukanlah pemasangan bagian gading sampai terbentuknya lambung perahu. Sambungan-sambungan di antara bilah-bilah papan, kalau pada masa awalnya dibuat dari kulit kayu camplong, pada perahu ini dibuat dari tali rafia yang disisipkan di antara papan. Pekerjaan nyamlong ini dilakukan agar perahu tidak bocor. Setelah pekerjaan menyamlong barulah pendempulan.
Kayu sebagai bahan baku utama harus kayu yang berukuran panjang minimal 13 meter, lebar 30 cm, dan berbentuk utuh. Tidak bias berukuran pendek sehingga harus disambung. Hal ini akan merubah konstruksi badan pada bagian gadinggading.Karena itulah para pengrajin kayu mengalami kesulitan dalam mendapatkan kayu utuh yang berukuran panjang minimal 13 meter itu. Cara mendapatkannya yaitu membeli dari penduduk lokal yang akan membuka ladang. Sebatang pohon yang berukuran besar dengan diameter dan tinggi yang cukup ditebang untuk mendapatkan papan yang utuh. Demikian yang mereka lakukan dalam usahanya untuk melanjutkan pembangunan perahu. Tidak jarang mereka berurusan dengan pihak kehutanan dan kepolisian karena perbuatannya dianggap illegal logging penadah kayu hasil tebangan liar.

0 Comment:

Posting Komentar